Naskah
Carita Waruga Guru (1750-an). Dalam naskah berbahasa Sunda Kuno ini
diterangkan bahwa nama Pakuan Pajajaran didasarkan bahwa di lokasi
tersebut banyak terdapat pohon Pakujajar. G.P. Rouffaer (1919) dalam
Encyclopedie van Niederlandsch Indie edisi Stibbe tahun 1919. Pakuan
mengandung pengertian “paku”, akan tetapi harus diartikan “paku jagat”
(spijker der wereld) yang melambangkan pribadi raja seperti pada gelar
Paku Buwono dan Paku Alam. “Pakuan” menurut Fouffaer setara dengan
“Maharaja”. Kata “Pajajaran” diartikan sebagai “berdiri sejajar” atau
“imbangan” (evenknie). Yang dimaksudkan Rouffaer adalah berdiri sejajar
atau seimbang dengan Majapahit. Sekalipun Rouffaer tidak merangkumkan
arti Pakuan Pajajaran, namun dari uraiannya dapat disimpulkan bahwa
Pakuan Pajajaran menurut pendapatnya berarti “Maharaja yang berdiri
sejajar atau seimbang dengan (Maharaja) Majapahit”. Ia sependapat
dengan Hoesein Djajaningrat (1913) bahwa Pakuan Pajajaran didirikan
tahun 1433.
Naskah kuno yang dianggap sebagai ensiklopedi orang
sunda diantaranya adalah naskah SangHyang Siksakandang Karesian yang
ditulis tahun 1518 M. Pada naskah ini berisi tentang
pandangan-pandangan dan tata cara kehidupan masyarakat sunda kuno.
Masyarakat sunda ternyata telah mengenal batik sudah sejak sekian lama.
Tepatnya pada abad ke 12, saat zaman kerajaan sunda dipimpin oleh
Darmasiksa Prabu Sanghyang Wisnu. Jika dihitung, usia nya sudah cukup
tua. Yakni sudah 900 tahun. Sampai zaman prabu siliwangi (1482-1521 M)
jumlah banyaknya batik yang sudah dikenal ada sekitar 37 macam. Ini
bersumber dari yang disebutkan naskah SangHyang Siksakandang Karesian.
Kira-kira beginilah bunyinya :
“Sarwa
lwira ning boeh ma : kembang muncang, gagang senggang, sameleg, seumat
saruhun, anyam cayut, sigeji, pasi-pasi, kalangkang ayakan, poleng
rengganis, jayanti, cecempaan, paparanakan, mangin haris sili ganti,
boeh siang, bebernatan, papakanan, surat awi, parigi nyesoh, gaganjar,
lusian besar,kampuh jayanti, hujan riris, boeh alus, ragen panganten ;
sing sawatek boboehan ma pangayeuk tanya. (segala macam kain, seperti:
kembang muncang, gagang senggang, sameleg, seumat saruhun, anyam cayut,
sigeji, pasi-pasi, kalangkang ayakan, poleng rengganis, jayanti,
cecempaan, paparanakan, mangin haris sili ganti, boeh siang, bebernatan,
papakanan, surat awi, parigi nyesoh, gaganjar, lusian besar,kampuh
jayanti, hujan riris, boeh alus, ragen panganten ; segala macam kain,
tanyalah pada pangeuyeuk).
Pangeuyeuk adalah istilah zaman dulu
untuk seorang ahli tekstil. Sedangkan yang membuat sketsa atau
gambarnya disebut patekin. Selain membuat batik tulis, juga sudah
dikenal batik tenun. Alat yang digunakan adalah keuntreung.
Dari
begitu banyaknya jenis motif batik yang ada, 33 diantaranya dibuat
sebelum zaman Padjadjaran. Nama-nama motifnya diantaranya :
Kembang
muncang,Gagang senggang, Samele, Seumat Saruhun, Anyam Cayut, Sigeji,
Pasi-pasi, KalangkangAyakan, Poleng Rengganis, Jayanti, Cecempaan,
Paparanakan, Mangin Haris Sili Ganti, Boeh Siang, Bebernatan, Papakanan,
Surat Awi, Parigi Nyesoh, Gaganjar, Lusian Besar, Kampuh Jayanti,
Hujan Riris, Boeh Alus, Ragen Panganten, Hihinggulan Rama, Hihinggulan
Resi (ada gambar Trisula), Hihinggulan Ratu Binokasih (ada ambar
Mahkota), Hihinggulan Nanoman, Kembang Wijayakusuma.
Sedangkan
sisanya 4 motif batik lainnya dibuat pada masa Prabu Siliwangi. Catatan
resmi tentang siapa tokoh zaman dulu yang mulai memperkenalkan batik,
membuat batik, belum diketahui secara jelas. Sebuah sumber menyatakan
bahwa pada masa kerajaan pajajaran sudah banyak yang pandai membuat
batik. yang dikenal amat terampil membuat batik kala itu antara lain
rei sutan pamangku dan istrinya yang bernama Dasimah Arthi Pahrih,
Ambhir serta barsama karibnya Silihandju dan anak perempuannya yang
bernama Suranti Palihwarthi.
Penulis : Komarudin KudiyaSumber : NetSains.Com
Comments
Post a Comment