PEWARNAAN ALAM PADA BATIK

       Proses pewarnaan Batik pada jaman nenek moyang kita menggunakan bahan alami bukan kimiawi. Nenek moyang kita mewariskan kearifan bagaimana tanaman yang tumbuh di sekeliling kita dapat menjadi sumber pewarna alami yang indah. Tanpa mencemari lingkungan. Sekilas nampak kalo batik tulis maupun cap yang menggunakan warna alam akan terlihat "mbladus”, kusam dan mudah pudar warnanya, dibanding dengan batik warna sintetis yang cenderung cerah dan variatif. 
         Pewarna alam bisa berasal dari berbagai tumbuhan yang berada di sekeliling kita. Bahan untuk pewarnanya sendiri didapat dengan cara mengekstrak bagian-bagian dari tumbuhan penghasil celup. Pengekstrakan dapat dilakukan baik pada temperatur rendah maupun temperatur tinggi dengan menggunakan air sebagai pelarut.
            Bahan tekstil yang bisa diwarnai dengan warna alam adalah bahan-bahan yang berasal dari serat alam contohnya sutera, wol dan kapas (katun). Untuk bahan sintetis biasanya tidak bisa menyerap zat warna alam. Kendala dalam penggunaan warna alam adalah variasi warnanya sangat terbatas dan ketersediaan bahannya tidak siap pakai sehingga diperlukan proses-proses khusus untuk dapat dijadikan larutan pewarna sehingga kurang praktis dalam penggunaannya.
         Kelebihan batik warna alam adalah ramah lingkungan, memiliki potensi pasar yang tinggi sebagai komoditas unggulan produk Indonesia untuk memasuki pasar global dengan daya tarik dengan karakteristik yang unik, etnik dan ekslusif. Memiliki daya jual yang lebih tinggi dari pada batik warna sintetis.
       Manfaat yang dapat diperoleh dari penggunaaan tumbuh-tumbuhan sebagai bahan pewarna alam adalah ikut mendorong pembudidayaan tanaman-tanaman yang kurang dikenal masyarakat yang dapat dijadikan sumber warna sehingga ikut mendorong pelestarian keanekaragaman hayati. Sumber warna dapat diperoleh pula secara gratis dari pasar swalayan dan pasar tradisional berupa sayuran dan buah-buahan yang sudah tidak layak jual. Buah-buahan dan sayuran yang dimaksud antara lain manggis, rambutan, jengkol, alpukat. Mendaur ulang sampah menjadi lebih berguna bukan?
       Banyak sekali jenis tanaman yang bisa dijadikan zat warna batik. Masing-masing bahan zat warna memiliki cara yang berbeda dalam pengerjaannya. Bisa melalui proses bejana (direbus), direct (langsung) atau melalui proses fermentasi (pembusukan).
1. Proses Bejana ( Direbus) .. Bahannya bisa dari kulit kayu seperti mahoni, secang, tingi, jambal, Bisa juga dari daun rambutan, daun alpukat, daun jati, daun mangga dan banyak lagi..perbandingannya adalah 1 : 30..misalnya berat kain 100 gram maka kebutuhan warna alam adalah 3 Liter. Banyaknya larutan warna alam yang dibutuhkan tergantung pada jumlah kain yang akan diwarnai

Bahan pewaarna dari kulit kayu 

Batik warna Jalawe dan mahoni
Contoh Batik dengan pewarnaan alam dari Jalawe dan Mahoni



2. Proses direct (langsung) Proses direct (langsung) yaitu bahan alam yang bisa langsung digunakan dengan cara ditumbuk atau diblender kemudian diambil air atau tumbukannya. Contohnya kunyit (kuning), daun katuk (hijau) dan daun suji (hijau).
Contoh Batik dengan Warna Alam dari Kunyit
Batik dengan warna kuning dari Kunyit




3. Proses fermentasi (pembusukan)
Proses fermentasi (pembusukan) yaitu dengan melakukan perendaman atau pembusukan daun atau kayu dalam air disertai proses-proses tertentu. Bahan yang digunakan adalah indigofera (tom/ tarum/ nila) yang menghasilkan warna biru.
Tanaman Indigofera (Tom/Tarum/Nila)
Selain memerlukan waktu yang lebih lama, juga memerlukan tenaga yang lebih untuk menghasilkan pasta indigo. Jadi wajar jika harga sehelai kain batik warna biru indigo lebih mahal dibanding batik warna alam lainnya. Selain menghasilkan zat warna yang bagus, pewarna dari indigofera aman untuk lingkungan. Kain batik yang menggunakan zat warna alam memiliki nilai jual atau nilai ekonomi yang tinggi karena memiliki nilai seni dan warna khas, ramah lingkungan sehingga berkesan etnik dan eksklusif.

Comments